Banyak
orang ketika ditanya, apakah ingin jadi pengusaha? Pasti banyak yang
ingin. Namun ketika ditanya lagi, ingin buka usaha apa? Nah ini baru
bingung menjawabnya. Atau sekenanya menjawab, misalnya ingin buka toko
baju, toko mainan, rumah makan dan lainnya. Tapi sebenarnya dalam
hatinya masih tanda tanya besar, usaha apa yang menguntungkan dan bakal
dilakukannya. Hal ini yang menyebabkan seringkali keingingan itu hanya
sebatas rencana yang tidak pernah berhasil dijalankan.
Jika Anda mengalami seperti ini, Anda
tidak sendiri. Banyak orang yang sulit melangkah menjadi entrepreneur
karena bingung memilih bisnis yang hendak dilakukan. Bukan bingung
karena banyak pilihan, tetapi lebih pada keraguan. Ya, yang
dipertaruhkan memang banyak. Apalagi kalau kita salah menggunakan pola
pikirnya. Hah? Pola pikir apa? Bukankah kita sudah banyak belajar
bagaimana seorang entrepreneur itu berpikir? Ya, tapi berpikir saja
tidak cukup, kita mesti tahu bagaimana bertindak dengan benar.
Saya beruntung pernah belajar dengan
profesor Saras Sarasvathy, saat Roundtable on Entrepreneur Education:
REE ASIA 2012, di Bangkok. Berikutnya setelah mempelajari buku-bukunya,
Profesor Saras Sarasvathy datang ke Kampus Universitas Ciputra dan
memberi workshop selama 3 hari. Saya banyak belajar tentang bagaimana
pola pikir entrepreneur. Yang membedakan antara mereka yang berhasil
dengan tidak adalah cara berpikirnya yang oleh Saras disebut sebagai
cara berpikir efektual. Apa itu?
Berpikir efektual adalah kebalikan dari
berpikir kausal. Berpikir kausal itu berarti kita menentukan tujuan
lebih dahulu. Misalnya, saya ingin buka toko baju. Maka untuk buka baju
saya harus menyiapkan modal ini itu, tempat, mencari supplier, mencari
pelanggan dan sebagainya. Sebaliknya, berpikir efektual itu melihat
siapa diri kita, apa yang bisa kita lakukan dan siapa yang kita kenal.
Dari sana, kita kemudian bisa membuka usaha apa. Jadi bukan tujuannya
yang ditentukan, namun dari diri kita bisa apa.
Untuk bisa berpikir secara efektual, Saras Sarasvathy mengemukakan ada lima prinsip yang harus dipegang. Pertama adalah prinsip yang namanya bird in hand,
artinya apa yang ada di diri kita, siapa diri kita, hal apa saja yang
bisa kita lakukan dengan baiks erta siapa saja yang kita kenal. Nah,
yang sering menjadi masalah adalah, kita tidak tahu siapa diri kita,
mungkin karena kurang percaya diri kemudian merasa tidak bisa apa-apa
dan karena kurang pergaulan, juga membuat diri tidak punya banyak relasi
atau kenalan.
Memang benar, inilah hambatan utama
seseorang untuk melangkah menjadi seorang entrepreneur. Menemukenali
diri ini sangat penting. Beberapa pelatihan entrepreneurship yang
sifatnya praktis, seperti mengajar memasak, menjahit, atau lainnya,
adalah membekali diri untuk menambah apa yang bisa kita lakukan. Tapi
itu saja tidak cukup. Dalam proses menunggu menjadi entrepreneur, sangat
baik jika Anda menambah relasi, koneksi dan pertemanan. Semakin luas
jaring sosial yang Anda punya, ini merupakan bekal yang baik untuk masa
depan Anda. Ingat, modal utama seorang entrepreneur itu bukan uang atau
barang melainkan dirinya sendiri. Kalau Anda tidak mengenal betul diri
Anda, Anda akan tersesat dalam perjalanan Anda untuk menjadi
entrepreneur.
Nah, memasuki dunia bisnis itu sama
seperti masuk hutan rimba. Atau perumpamaan lain, kalau selama ini kita
berada di kolam, maka kita kini harus siap masuk ke lautan luas. Di sana
keadaan serba tidak pasti. Berbeda kalau di kolam atau di kandang,
mendapat makanan rutin tiap hari, seperti seorang pegawai yang mendapat
gaji tiap bulan, keluar dari kolam atau kandang, kita hidup dengan
mencari makan sendiri. Hidup menjadi serba tidak pasti. Bisa mendapat
makanan banyak di luar sana, tapi bisa juga tidak. Ketidakpastian inilah
yang sering membuat ragu. Saras Sarasvathy mengemukakan bahwa untuk
mengatasi hal ini, ada prinsip-prinsip yang harus dipegang.
Prinsip berikutnya sebelum memulai bisnis adalah Anda harus berpikir dengan prinsip yang namanya affordable loss.
Artinya, setiap Anda mau berbisnis, pasti ada waktu, tenaga, pikiran
dan modal yang terpakai atau terbuang. Nah, apa yang Anda lakukan, tentu
tidak ada jaminan bakal berhasil. Kemungkinan untuk gagal pasti ada.
Lalu, apakah Anda siap jika gagal? Semisal, Anda diajak kerja sama oleh
teman untuk berbisnis dan perlu modal Rp 100 juta. Ini adalah uang yang
telah Anda kumpulkan selama lima tahun bekerja. Janji keuntungan juga
bagus sehingga Anda tertarik untuk ikut. Namun, meski diberi bayangan
keuntungan besar, ingatlah bahwa kegagalan juga bisa terjadi. Tak ada
bisnis yang benar-benar bebas resiko. Jadi, kalau misalnya uang Anda
yang Rp 100 juta itu terbang melayang, menguap bersama angin, apakah
Anda siap secara mental? Jika ya, lakukan, jika tidak maka jangan
dilanjutkan. Mengapa? Kalau Anda siap, maka Anda bisa bangkit lagi meski
gagal. Kalau Anda tidak siap namun memaksakan diri, jika seandainya
gagal, Anda pasti akan trauma, atau bahkan tidak bisa bangkit lagi.
Affordable loss atau kerugian yang masih bisa ditoleransi adalah kunci
bagaimana orang bisa jatuh 10 kali bangkit 11 kali.
Prinsip-prinsip ini membantu pengusaha
mengambil keputusan dalam lingkungan yang serba tidak pasti. Saat
berhadapan dengan ketidakpastian, pengusaha harus tetap fleksibel dalam
cara mereka berpikir dan tindakan yang mereka ambil.
Prinsip ketiga adalah prinsip limun (lemonade). Apa itu? Pepatah di Amerika mengatakan, jika hidup Ada terasa kecut (seperti buah lemon), maka buatlah menjadi manis seperti limun (lemonade). Hidup memang tidak selamanya menyenangkan. Bisnis juga tidak selamanya mulus. Kadang kita menghadapat halangan dan masalah. Entrepreneur harus bisa berpikir optimis sehingga bisa mengubah masalah menjadi peluang. Orang pesimis melihat kesulitan dalam peluang, sebaliknya orang optimis melihat peluang dalam kesulitan. Jika Anda saat ini adalah orang yang peragu atau optimis, Anda mesti ubah itu, atau setidaknya, punyalah partner bisnis yang bisa membuat Anda optimis. Partner terdekat adalah keluarga Anda. Kalau Anda masih berpeluang mencari pasangan hidup, pilihlah yang sikapnya optimis, yang bisa membuat hidup Anda bergairah dan yakin menapak masa depan.
Nah, itu saja ternyata tidak cukup. Menurut Saras Sarasvathy, ada prinsip keempat
yang tak kalah pentingnya yakni crazy quilt. Apa itu? Anda pernah
melihat selimut yang terbuat dari kain perca? Kalau kita punya hobby
menjahit, maka biasanya banyak sekali potongan kain sisa. Nah, kain sisa
ini bisa disambung-sambung sehingga menjadi sebuah selimut yang cantik.
Jika Anda mau menjadi entrepreneur yang sukses, jadilah penjahit yang
bisa membuat selimut dari kain perca ini. Apa maksudnya dan bagaimana
caranya? Artinya, jalinlah relasi dengan banyak orang, buatlah diri Anda
bsia diterima di semua kalangan. Untuk itu jaga baik-baik karakter dan
track record (rekam jejak) Anda. Jaga kepercayaan orang kepada Anda dan
berprestasilah yang baik. Maka akan banyak orang yang mau berhubungan
dengan Anda. Nah, sebagai entrepreneur, Anda mesti bisa merangkai dengan
para relasi ini untuk bisa saling menguntungkan. Percuma Anda punya
kenalan ribuan di Facebook kalau Anda tidak bisa menjalin kerja sama
yang menghasilkan keuntungan bersama. Percuma juga mempunyai sejumlah
kartu nama dari orang-orang top, tapi hanya menjadi hiasan di buku kartu
nama Anda. Binalah kerja sama, mintalah komitmen mereka agar mau
bersama dengan Anda meraih sukses. Ini adalah modal sosial yang sangat
penting. Anda harus aktif menjalin hubungan.
Prinsip yang terakhir menurut Saras Sarasvathy adalah Pilot in the plane.
Maksudnya, Anda adalah pilotnya, jadi Anda yang menentukan hidup Anda.
Bukannya Anda ditentukan oleh keadaan, melainkan Andalah yang menentukan
masa depan Anda sendiri. Memang ini bisa tidak sejalan dengan budaya
kita yang sering kali diajarkan harus nrima, pasrah, tidak neko-neko
atau hidup dengan mengikuti aliran air
just follow the flow. Namun,
bagaimana kalau hal itu justru menjadi penghambat kita? Bagaimana bila
ternyata aliran yang kita ikuti itu salah?
Intinya dalam prinsip yang terakhir ini
adalah, apakah Anda mau mengontrol masa depan Anda atau meramalkannya?
Saras mengatakan bahwa masa depan itu tidak pasti, percuma kita
meramalkannya. Kalau kita meramalkannya, kita cenderung merencanakan
sesuai dengan apa yang kita perkirakan. Tapi kadang hidup tidak seperti
yang dibayangkan. Kita sudah merencanakan akan menikah dengan si A, tapi
ternyata dalam perjalanan hubungan tersebut kandas. Jadi, kuncinya
adalah kemampuan kita mengontrolnya, sebab kita adalah pilot dalam
pesawat yang kita terbangkan. Peter Drucker juga mengatakan, "The best way to predict your future is to create it." Cara terbaik memperkirakan masa depan Anda adalah menciptakannya. Kita harus bisa menjadi pengendali atas hidup kita sendiri.
Anda harus punya mimpi. Jangan takut
bermimpi sebab kalau kita mimpi saja tidak bisa, bagaimana akan dapat
terwujud? Jika Anda punya mimpi, maka lakukan sesuatu agar mimpi itu
terwujud. Jika Anda masih ragu, ingatlah akan prinsip-prinsip ini dan
berpikirnya secara efektual. Teori dari Saras Sarasvathy ini menurut
saya sungguh hebat, sangat memberi semangat dan keyakinan untuk
melangkah membangun bisnis. Ingatlah, If you dont build your dream, someone will hire you to help you build theirs.
Jika Anda tidak membangun mimpi Anda, maka Anda akan bekerja untuk
membangun mimpi orang lain. Membangun mimpi orang lain memang enak,
tidak ada resiko, dapat gaji setiap bulan. Tapi apakah ini yang memang
Anda inginkan? Hidup di kolam atau sangkar emas? Atau Anda ingin menjadi
seperti hiu lautan, elang perkasa yang terbang di langit luas? Masa
depan Anda, yang menentukan adalah diri Anda sendiri. Kalau Anda
menyerah, maka hidup Anda akan ditentukan orang lain. Maka, buatlah Anda
untuk sungguh-sungguh ingin menjadi seseorang yang bisa menentukan masa
depan Anda sendiri. (*Nur Agustinus)
Source: Ciputra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar